Kuliah Umum PembaTIK Level 4 : Kebijakan Pendidikan Terkait Guru dan Tenaga Kependidikan

Direktorat Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Dr. Iwan Syahril, Ph.D memamparkan materi tentang kebijakan pendidikan yang berkaitan dengan guru dan tenaga kependidikan.

Ia membuka paparan materi dengan mengangkat kembali semboyan tut wuri handayani yang digaungkan oleh Bapak Ki Hadjar Dewantara.

Tut wuri handayani jika diartikan secara secara harafiah, berarti dibelakang memberi dorongan, artinya seorang guru wajib memberi dorongan kepada peserta didik yang diasuh, agar mereka dapat mandiri, berani, dan merdeka dalam belajar.
Tut wuri handayani merupakan logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang sudah lama kita gunakan. Pada dasarnya filosofi logo ini memberi semangat motivasi agar peserta didik mandiri dan merdeka dalam belajar. Jadi sebenarnya filosofi merdeka belajar yang merupakan moto Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang sudah ada dalam logo kemendikbud ini. Ini adalah esensi dari filosopi pendidikan di Indonesia.
Selanjutnya Dirjen GTK, memaparkan tentang Guru dalam perspektif merdeka belajar yang dibagi dalam 3 bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Memandang siswa dengan rasa hormat
Ki Hadjar Dewantara melihat pendidikan itu dari perspektif makluk hidup. Pendidik diibaratkan seperti seorang petani, seorang petani yang menanam padi hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, memperbaiki kondisi tanah, memelihara, memberi pupuk dan air, membasmi ulat jamur, dsbnya. Pertumbuhan padi dapat diperbaiki tetapi petani tersebut tidak dapat mengganti kodrat padi itu sendiri. Petani tidak dapat mengubah padi menjadi jagung, ia juga tidak dapat menyamakan cara menanam padi dengan cara menanam dan memelihara jagung. Petani itu harus tahu cara menumbuhkembangkan tanaman padi dan juga jagung atau tanaman lain, jika padi tumbuh-kembangkanlah ia dengan cara menanam padi dan jika jagung tumbuh-kembangkan dengan caranya pada jagung, setiap tanaman dengan cara tanam dan pemeliharaan tersendiri.
Sebagai seorang guru, kita tidak dapat memilih atau memesan bibit yang kita mau atau yang diberikan pada kita. Oleh karena itu, kita harus terus belajar karena kita tidak pernah tahu bibit seperti apa yang akan hadir di kelas kita. Dengan memperkaya ilmu pengetahuan dan pengamalam kita dapat menumbuh-kembangkan bibit yang dalam hal ini adalah anak didik yang dititipkan pada kita. Kita harus terus melakukan adaptasi untuk mengembangkan kemampuan kita dalam mendidik siswa-siswi kita.

2. Mendidik secara holistic
Pendidikan holistic berarti pendidikan yang berkaitan erat dengan budi pekerti, budi adalah pikiran, rasa , dan kemauan : cipta, rasa, dan karsa.
Pendidikan harus menajamkan pikiran, menghaluskan rasa, menguatkan kemauan. Seseorang yang memiliki kemauan yang besar meski keterampilannya kecil bisa lebih, dibanding yang punya keterampilan bagus namun sedikit kemauan untuk mengasah keterampilannya. Pendidikan kita tidak harus menjelaskan teknis-teknisnya seperti apa tapi menguatkan kemauan untuk belajar karena itu dapat memacu kita untuk terus berusaha hingga bisa. Kemauan ini adalah investasi bagi anak didik kita untuk tumbuh secara mandiri di kemudian hari.
Selanjutnya, pekerti adalah olah raga kita, pendidikan yang dilakukan secara holistic dapat melahirkan pribadi-pribadi yang bermutu dan bijaksana.

3. Mendidik secara relevan/kontekstual
Pendidikan harus memperhatikan kodrat keaadaan yaitu kodrat alam dan kodrat zaman, apakah pendidikan yang kita lakukan sudah sesuai tidak dengan keadaan kita sekarang, baik itu tempat dimana kita berada dan keadaan zaman . Keadaan zaman sekarang tentu sudah jauh berbeda dengan keadaan zaman tahun 90an bahkan 1950an. Saat ini kita berada pada revolusi industry 4.0 yang erat kaitannya dengan pemanfaatan TIK dalam kehidupan sehari-hari, hal ini tentunya memacu kita sebagai seorang penddik memikirkan bagaimana caranya menghadirkan TIK dalam pembelajaran kita. Nah percepatan teknologi dan informasi ini menjadi pendorong utama terjadinya perubahan-perubahan saat ini.

Belajar dari covid 19
Sikap mental : nyaman dengan ketidaknyamaan mendukung percepatan terwujudnya budaya inovasi, melihat orientasi pada peserta didik.

Leave a comment